Saksi Ahli Hendra-Galang, Jika Alat Bukti Tak Sah Terdakwa Harus Dibebaskan!

Photo of author

PERAKNEW.com – Pegadilan Negeri Subang kembali menggelar sidang lanjutan ke-9 dengan nomor perkara: 255/Pid.B/2022/PN SNG untuk atas nama Hendra dan 256/Pid.B/2022/PN SNG untuk atas nama Galang, Senin (06/02/2023). Agendanya menghadirkan saksi ahli dari terdakwa.

Saksi ahli Dr. Indra Yudha Koswara, S.H.,M.H., dari Universitas Negeri Singaperbangsa Karawang menyatakan bahwa apabila terdakwa di tuntut tanpa alat bukti yang sah, maka terdakwa harus di BEBASKAN, “Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) semua sudah diatur jika dalam persidangan itu tidak menunjukan peristiwa pidana yang sebenarnya, maka bagi terdakwa itu harus DIBEBASKAN, itu menunjukan peristiwa yang sebenarnya,” tegasnya.

Sebelumnya saksi alhli menjawab pertanyaan Penasehat Hukum terdakwa, Aneng Winengsih, S.H.,M.H., terkait masih berlakukah Restorative Justice di Indonesia? Menurut saksi ahli bahwa Restorative Justice sebenarnya sudah tidak diterapkan lagi di Indonesia.

Dipaparkan saksi ahli, bahwa dalam merumuskan norma hukum pidana dan merumuskan ancaman pidana, paling tidak terdapat 3 (tiga) hal yang ingin dicapai dengan pemberlakuan hukum pidana didalam masyarakat, yaitu membentuk atau mencapai cita kehidupan masyarakat yang ideal atau masyarakat yang dicitakan, mempertahankan dan menegakkan nilai-nilai luhur dalam masyarakat, dan mempertahankan sesuatu yang dinilai baik (ideal) dan diikuti oleh masyarakat dengan teknik perumusan norma yang negatif.

Tujuan pengenaan sanksi pidana dipengaruhi oleh alasan yang dijadikan dasar pengancaman dan penjatuhan pidana, dalam konteks ini alasan pemidanaan adalah pembalasan, kemanfaatan, dan gabungan antara pembalasan yang memiliki tujuan atau pembalasan yang diberikan kepada pelaku dengan maksud dan tujuan tertentu.

Sehingga akhirnya hukum yang dilihat oleh masyarakat Itu seperti tidak menampilkan keadilan karena kita terlalu bergelut ke Subtansi Prosedural, tidak kepada Hakekat mencari keadilan. Jika melihat KUHP yang baru yang disahkan Tahun 2022, Restorative Justice ini lebih kepada membangun pemahaman hukum yang ada di masyarakat, karena kita akui tindak pidana ini tidak bisa berdiri sendiri dia merupakan konflik sosial akan suatu tindakan yang menimbulkan suatu pidana, jadi tidak bisa dipotong ”oh ini harus di tindak!” jadi harus melihat hubungan causalitas/sebab akibat, kalau menyangkut masalah sosial maka pendekatan hukum secara keseluruhan, sehingga akan muncul keadilan disana.

Baca Juga : Sidang Lanjutan Hendra dan Galang; Kesaksian tak Sesuai BAP, JPU diminta Hadirkan Saksi Untuk Verbal Lisan dari Penyidik

Kepentingan Negara dan kepentingan masyarakat itu yang utama, artinya tidak di Pro Justitia, tetapi kalau menyangkut kepentingan personal ini adanya hubungan antara pelaku dan korban tentunya sangat elok dan bijaksana harus pendekatan kepada pro Justitia, sehingga ego-ego yang ada di masyarakat kita ini tidak menilai hukum pidana itu MENYERAMKAN, ini yang harus kita perbaiki mine set bahwa hukum pidana itu bukan MONSTER, hukum pidana itu untuk memperbaiki dan untuk edukasi bahwa masyarakat agar paham mana yang boleh dilakukan serta mana yang tidak boleh di lakukan itulah hakekatnya.

Selanjutnya saksi ahli juga menjelaskan jika ada perbedaan pada pernyataan di BAP dengan di persidangan, maka Majelis Hakim patut bertanya kepada saksi kenapa keterangannya berbeda dengan BAP, karena sesuai pasal 163 KUHP itu jelas sehingga harus dicatat oleh Panitera terkait tentang perbedaan tersebut jadi tidak bakal menjadi masalah tetapi yang terpenting sesuai dalam pasal 185 ayat 1 saksi itu sebagai alat bukti sah ketika dinyatakan didalam persidangan, disini juga berkolaborasi dengan pasal 185 ayat 6 yang pertama keterangan saksi harus berkesesuaian dengan saksi yang lainnya, yang kedua keterangan saksi harus sesuai dengan alat bukti.

Saksi Ahli Hendra-Galang, Jika alat Bukti tak Sah Terdakwa Harus Dibebaskan!1

Saksi ahli pun mengatakan jika mengenai hal ini akan menimbulkan tidak adanya konsistensi pada perkara yang di tuduhkan dan struktur untuk wewenang Majelis untuk menilainya, karena nanti akan berkaitan dengan pasal 183 bahwa Hakim dapat memutuskan perkara itu minimal dua alat bukti ditambah keyakinan, bahwa jelas terjadi tindak pidana jadi ada batas minitatif.

Saksi ahli juga menjelaskan bahwa visum merupakan alat bukti dalam point yang nomer 3, yang kesatu keterangan saksi, kedua keterangan ahli dan ketiga bukti visum. Artinya visum menunjukan adanya luka sehingga itu sangat membantu memperjelas adanya korban, tetapi dalam visum tersebut tidak menggambarkan siapa yang melakukan tindak kekerasan tersebut, dia hanya berbicara menyangkut adanya kekerasan fisik dari korban, dan harus dilakukan dengan cara hati-hati.

Lebih detail saksi ahli menjelaskan, bahwa tahapan melakukan visum yaitu, si korban harus melakukan pelaporan ke pihak kepolisian dan membawa surat pengantar dari kepolisian untuk melakukan visum jangan sampai terbalik, visum dulu baru melapor dan harus ada pengantar apa bila tidak ada pengantar, maka itu tidak bisa disebutkan sebagai alat bukti visum yang sah.

Baca Juga : Kacau! JPU Hadirkan Saksi Verbalisan Bukan Pemeriksa Langsung Terdakwa

Usai sidang saksi ahli dilanjutkan pemeriksaan terdakwa, dimana para terdakwa menjelaskan kronologis peristiwa sesuai dengan kejadian sebenarnya dari awal hingga akhir.

Dari keterangan kedua terdakwa menjelaskan kalau kedua terdakwa tidak melakukan pemukulan terhadap korban, juga tidak dalam kondisi mabuk seperti pengakuan korban pada sidang-sidang sebelumnya. Mereka menjelaskan bahwa mereka berusaha melerai rekan-rekannya yang akan melakukan pemukulan terhadap korban Tayudi sebagai pelapor yang pada saat itu rekan-rekannya sedang dalam keadaan tersulut emosi dengan perkataan korban yang memicu rekan-rekannya emosi dengan situasi mereka di pengaruhi Alkohol.

Usai sidang Penasehat Hukum Aneng Winengsih, S.H.,M.H., menjelaskan bahwa dihadirkannya saksi ahli pada sidang lanjutan kali ini guna menerangkan akibat-akibat hukum yang terjadi apabila ada beberapa pelanggaran yang dilakukan baik itu dalam pemeriksaan atau pelanggaran dalam pembuatan undang-undang dan apa akibat hukumnya jika ada beberapa ketidaksesuian antara keterangan saksi, alat bukti kemudia konsekwensi yang terjadi apabila saksi menarik keterangannya yang tidak sesuai di BAP, bagaimana hukumnya menurut undang-undang. Dan kesimpulannya para terdakwa seharusnya menurut saksi ahli bisa DIBEBASKAN.

“Jika melihat dari fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan tersebut, harapannya JPU harus bersikap fear atau Objektif jangan sampai menjudge semua yang duduk diruang sidang itu adalah orang yang bersalah, kita harus mengedepankan Azaz Praduga tak bersalah,” tandas Aneng.

Ketua Umum Forum Masyarakat Peduli Jawa Barat yang juga Pemimpin Redaksi Media Peduli Rakyat Asep Sumarna Toha alias Abah Betmen, menegaskan bahwa jelas-jelas Hendra dan Galang tidak melakukan tindak pidana dan ini telah terungkap dari awal sidang terang-benderang termasuk adanya dugaan intervensi dari oknum penyidik.

“Intinya Bahwa Abah berharap JPU dan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Subang Itu berlaku Netral juga Benurani terhadap apa yang terungkap didalam persidangan dan itu menjadi dasar petimbangan untuk membebaskan Hendra dan Galang, ya HENDRA-GALANG HARUS DIBEBASKAN!” serunya.

Baca Juga : Ketua IWOI LubukLinggau/Musi Rawas Meminta APH Usut Tuntas Oknum Kekerasan Terhadap Wartawan

Seperti diberitakan peraknew.com sebelumnya, bahwa selain ditengarai ada ucapan korban Tayudi yang mengancam akan membeli Ari Kupeng CS dan didukung adanya ucapan bernada provokatif dari oknum tokoh masyarakat setempat sehingga menyulut terjadinya peristiwa tersebut, diduga ada motif lain yakni terkait dengan profesi Hendra dan Galang selaku jurnalis yang saat ini sedang gencar membongkar dugaan kasus Mafia Tanah Patimban dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Desa Sukamandijaya. (Dijah)


source