PERAKNEW.com – Kabupaten Indramayu optimis menurunkan angka stunting hingga 4,4 persen sampai akhir 2024.
Hal tersebut ditegaskan Pjs Bupati Indramayu, Dr. H. Dedi Taufik, M.Si., ketika menerima tim Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan RI, Jumat (15/11/2024), di ruang kerjanya.
Menurutnya, saat ini jumlah angka stunting di Kabupaten Indramayu mencapai 2.308 orang (18,4%). Jumlah tersebut harus mengalami penurunan sampai akhir 2024.
Untuk itu, dibutuhkan sinergitas dan kolaborasi dengan semua pihak agar program-program di perangkat daerah bisa melakukan intervensi terhadap stunting.
“Stunting tidak hanya tanggung jawab Dinkes, tapi semua perangkat daerah harus berperan secara aktif. Program dan kegiatan harus bisa mengintervensi stunting,” tegas Taufik, didampingi Kepala Bappeda Litbang, CH. Iin Indrayanti.
Baca Juga : DPD Golkar Subang Rayakan HUT Partai Golkar ke 60
Dedi Taufik menambahkan, dengan adanya SSGI, pihaknya berharap mendapatkan data valid sebagai bahan penurunan angka stunting, termasuk bidang/sektor yang harus dilakukan intervensi sebagai penyebab stunting.
“Dengan survei SSGI, kita berharap terjadi penurunan stunting, termasuk sektor yang harus kita intervensi sehingga menghasilkan data dan keputusan yang valid,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu, Wawan Ridwan, mengatakan target penurunan 4,4 persen tersebut menyamai target nasional sebesar 14 persen.
“Kita memang menargetkan zero stunting, tapi ini kita lakukan secara bertahap,” kata Wawan Ridwan.
Sementara itu, Penanggung Jawab Teknis SSGI, Silviani, menjelaskan survei terhadap status gizi masyarakat sudah dilakukan sejak tahun 2019 dengan nama yang berbeda. Saat ini, timnya terus bekerja sampai dengan bulan Desember 2024 mendatang.
Beberapa kecamatan yang telah dilakukan survei adalah Juntinyuat, Kerokan Bunder, Arahan, Jatibarang, Tukdana, Sliyeg, Sindang, Lohbener, Kroya, dan Losarang.
Baca Juga : Pengukuhan PD & PW IWO Lampung Oleh Teuku Yudistira (Ketum IWO)
Hasil survei menunjukkan bahwa anak stunting juga disebabkan oleh perilaku terhadap lingkungannya dan kebiasaan, seperti sanitasi yang buruk dan MCK yang tidak representatif. Selain itu, masih terjadinya pernikahan di usia dini dan adanya ibu yang takut datang ke Posyandu. (Sono)
source